Friday, 26 December 2008

Mari Belajar Tauhid 1.03

Kitab Tauhid 1

Penyimpangan Aqidah dan Cara-Cara Pencerahannya

oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan


Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keraguan (skeptikal) yang lama-kelamaan mungkin membatasi dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan mengingkari nikmat sebuah kehidupan, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan manusia yang telah kehilangan hidayah pada aqidah yang benar.

Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (haiwaniah), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup yang bahagia, sekali pun mereka ini bergelumang dengan limpahan nikmat material akan tetapi sering sahaja menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah.

Karena sesungguhnya kekayaan material memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang bermaksud:

"Wahai Rasul-rasul, makanlah dari benda-benda yang baik lagi halal dan kerjakanlah amal-amal soleh; sesungguhnya Aku Maha Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan." (Al-Mu'minun: 51)


"Dan demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari Kami (sambil Kami berfirman): “Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud, dan wahai burung-burung (bertasbihlah bersama-sama dengannya)!” Dan juga telah melembutkan besi baginya; (Serta Kami wahyukan kepadanya): “Buatlah baju-baju besi yang luas labuh, dan sempurnakanlah jalinannya sekadar yang dikehendaki; dan kerjakanlah kamu (wahai Daud dan umatmu) amal-amal yang soleh, sesungguhnya Aku Maha Melihat akan segala yang kamu kerjakan." (Saba': 10-11)


Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (material). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan material akan berubah menjadi prasarana yang menghancur dan alat perosak, seperti yang terjadi di negara-negara kuffar yang hanya memiliki kekayaan material, tetapi tidak memiliki kekayaan aqidah yang shohih.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui iaitu:

1. Kejahilan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mahu (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau kerana kurangnya penumpuan terhadap kepentingan aqidah terhadap integriti Ummah. Sehingga tumbuh satu generasi yang langsung tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau perkara-perkara yang dapat membatalkan aqidah.

Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar Radhiallaahu anhu :

"Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang muncul tanpa mengenal perkara-perkara jahiliyyah."


2. Ta'asub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun perkara itu adalah sesuatu yang batil, dan menafikan apa sahaja yang menyalahinya, sekali pun hal itu adalah sesuatu yang haq. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala, terjemahannya:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka” Turutlah akan apa yang telah diturunkan oleh Allah” mereka menjawab: “(Tidak), bahkan kami (hanya) menurut apa yang kami dapati datuk nenek kami melakukannya”. Patutkah (mereka menurutnya) sekalipun datuk neneknya itu tidak faham sesuatu (apa pun tentang perkara-perkara ugama), dan tidak pula mendapat petunjuk hidayah (dari Allah)?" (Al-Baqarah: 170)


3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam ma­salah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki se­berapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.

4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas darjat yang bukan milik manusia, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik sesuatu yang dapat mendatangkan kemanfa­atan mahupun menolak kemudharatan.

Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan pada para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hai­wan qurban, nadzar, do'a, istighatsah dan meminta pertolongan.

Seba­gaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata:

"Jangan kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, terutama (penyembahan) Wadd, dan Suwaa’, dan Yaghuth, dan Ya’uuq, serta Nasr.." [1] (Nuh: 23)


Dan demikianlah yang terjadi pada pemuja-pemuja kubu­ran di berbagai negeri sekarang ini.

5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang ter­hampar di alam semesta ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat Qur'aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil kemajuan teknologi dan kebudayaan, sehingga mengira bahawa itu semua adalah hasil ciptaan manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan se­luruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.

Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan:

"Aku diberikan harta kekayaan ini hanyalah disebabkan pengetahuan dan kepandaian yang ada padaku”. (Al-Qasas: 78)


"...berkatalah ia (dengan sikap tidak bersyukur): “Ini ialah hakku (hasil usahaku semata-mata),.." (Fussilat: 50)


Mereka tidak berfikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan kemahiran, kebijaksanaan dan kemampuan di dalam menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta mengutilisikannya demi kepentingan umat manusia.

“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu buat itu!” (As-Saffat: 96)


"Patutkah mereka (membutakan mata) tidak mahu memperhatikan alam langit dan bumi dan segala yang diciptakan oleh Allah, ..." (Al-A'raf: 185)


"Allah jualah yang menciptakan langit dan bumi, dan menurunkan hujan dari langit lalu mengeluarkan dengan air hujan itu buah-buahan untuk menjadi makanan bagi kamu; dan Ia yang memberi kemudahan kepada kamu menggunakan kapal-kapal untuk belayar di laut dengan perintahNya, juga yang memudahkan sungai-sungai untuk kamu (mengambil manfaat darinya).Dan Ia juga yang menjadikan matahari dan bulan sentiasa beredar, untuk kepentingan kemudahan kamu, dan yang menjadikan malam dan siang bagi faedah hidup kamu.Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya." (Ibrahim: 32-34)


Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pen­garahan yang benar (menurut Islam). Padahal baginda Rasulullah telah bersabda:

"Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi." (HR. Al-Bukhari)


Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat kebendaan dan hiburan semata.

Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

Cara menjernihkan penyimpangan aqidah di dalam perbahasan ringkas

1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam untuk mengambil aqidah shahihah.


Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memper­baiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk langkah-langkah pencegahan dan pembanterasan, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, dikhuatiri akan terperosok pula ke dalamnya.

2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai peringkat pendidikan.


Memberi peruntukan pendidikan Tawheed yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan subjek ini.

Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai subjek pelajaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok yang menyeleweng harus dijauhkan.

3. Menyebarkan para da'i ke serata pelusuk bagi meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.

[1] Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr adalah nama berhala-berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nabi Nuh, yang semula nama-nama orang shalih. (Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI. pen.).

Mari Belajar Tauhid 1.02

Kitab Tauhid 1

Sumber-Sumber Akidah Yang Benar Dan Manhaj Salaf Dalam Mengambil Akidah

oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan


Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalam­nya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam.

Oleh karena itu manhaj Salafus Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sun­nah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya dan men­gamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i'tiqad. Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama'ah mereka juga satu.

Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Sunnah RasulNya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ..." (Ali Imran: 103)


"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barang­siapa yang mengikut petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)


Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah men­jadi 73 golongan yang kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab:

"Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku." (HR. Ahmad)


Kebenaran sabda baginda Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi maka ter­jadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.

Mari Belajar Tauhid 1.01

Kitab Tauhid 1

Makna Akidah Dan Urgensinya Sebagai Landasan Agama

oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan

Sumber: BelajarTauhid.Blogspot

Aqidah Secara Etimologi

Aqidah berasal dari kata 'aqd yang berarti pengikatan. Kalimat "Saya ber-i'tiqad begini" maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut.

Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan "Dia mempunyai aqidah yang benar" berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

Aqidah Secara Syara'

Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.

Syari'at terbagi menjadi dua: i'tiqadiyah dan amaliyah.

I'tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i'tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri'tiqad terhadap rukun-ru­kun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama). (1)

Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far'iyah (cabang agama), karena ia di­bangun di atas i'tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i'tiqadiyah.

Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala:

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan­nya." (Al-Kahfi: 110)


"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu ter­masuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)


"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)


Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang pertama kali adalah pelu­rusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.

Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala: "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu', ..." (An-Nahl: 36)


Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85)


Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bi'tsah- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada se­luruh perintah agama yang lain.

(1) Syarah Aqidah Safariniyah, I, hal. 4.

Saturday, 20 December 2008

The Salafi College Educational Series - A Lesson On Eemaan, Ibaadah and Tawheed - Their Link and Interrelation ( Lesson 1)

The Salafi College (register here)

Lesson 1: Eemaan Consists of Speech and Action

Author: Abu Iyaad as-Salafi


All Praise is due to Allaah, Lord of the Worlds and Prayers and Peace upon His Messenger, Muhammad.

This lesson will help us to have a proper understanding of the definition and meaning of Eemaan. What is eemaan? How do we understand it? Etc.

"Eemaan consists of Speech and Action"

This is the saying of the Salaf regarding this topic, and this statement needs further clarification and explanation.

What is "Speech" and what is "Action"? What is meant by them? How did the Salaf explain this?

When we say eemaan is speech, we mean two things:

  • the speech of the heart

  • the speech of the tongue

When we say eemaan is action, we mean three things:

  • the actions of the heart

  • the actions of the tongue

  • the actions of the limbs

For this reason we find that the Scholars of the Salaf (such as Ibn al-Qayyim, Ibn Taymiyyah etc.) have statements similar to the following:

Eemaan is the speech of the heart and tongue, and the actions of the heart, tongue and limbs.

The following diagram should help us to see this more clearly:

(blogger note: click on the image for a more clear view)

We will now explain precisely what each one is:

As for the "speech" aspect of eemaan:

The speech of the heart: This actually refers to the belief of the heart with respect to Allaah and the other pillars of eemaan (such as the Angels, Books, Messengers, Qadr, the Last Day etc.). In other words it refers to the knowledge that the heart contains and its firm belief in this knowledge. So this would include Tawheed and its two categories of Ruboobiyyah and Asmaa was-Sifaat because both of these are related to knowledge. (The other category of Tawheed, al-Uloohiyyah will come later under the "Action" section).

The speech of the tongue: This refers to the tongue's confirmation of what the heart contains. In other words the tongue professes what the heart contains. When a person says with his tongue; "I testify that none has the right to be worshipped except Allaah, alone without any partners and I testify that Muhammad is His servant and messenger" then he is confirming what is in his heart. So note how the "speech of the tongue" still relates to knowledge.

As a summary of this first section on "Speech", we should notice that it relates to knowledge and the specific details of faith such as having the correct belief in Allaah, His Tawheed and the matters of the Unseen, such as Hellfire, Paradise, the Bridge over Hellfire etc. and the hearts belief and conviction in these things.

As for the "action" part of eemaan:

The actions of the heart: This refers to the various states and feelings of the heart such as love, fear, hope, sincerity, reliance, submission etc. So you should now realise that the heart is firstly, a place of knowledge and belief (and this is its speech as discussed above) and it is also a place for these feelings and emotions which actually constitute its worship (and these are known as the actions of the heart). You should also now realise how Tawheed ul-Uloohiyyah comes under the "actions" aspect of eemaan. Because these acts of worship should only be for Allaah and for no one else.

The actions of the tongue: This refers to things such as dhikr (remembrance of Allaah), enjoining the good and forbidding the evil, seeking forgiveness from Allaah, etc. This is because these are acts of worship which are performed by the tongue. Notice how this also relates to Tawheed ul-Uloohiyyah because these actions should be for Allaah alone. And notice also, just like the heart, how the tongue has two roles; firstly, to affirm what is in the heart with respect to its belief, so the tongue says what is in the heart (i.e. its belief in Allaah etc.) and secondly to perform the various acts of worship which are specific to it such as remembrance of Allaah, enjoining good and forbidding evil, seeking forgiveness. So this is very similar to what we discussed for the "speech" of the heart and the "actions" of the heart.

The actions of the limbs: And this refers to doing all the commanded things and keeping away from all the forbidden things. And this refers to the physical acts of worship, such as prayer, fasting, giving zakah, performing pilgrimage, removing something harmful from the floor, not stealing, not cheating, not backbiting, not disobeying parents etc. and the other acts which are physical in nature. Notice how the actions of the limbs are also related to Tawheed ul-Uloohiyyah in that they should be performed for the sake of Allaah alone.

As a summary of this "Action" aspect of eemaan, we should realise that it relates to the actual acts of worship, whether internal or external, of the heart, tongue or limbs.

At this stage we should, inshaa'allaah have a good understanding of the definition and meaning of eemaan. We should also be able to see how it relates to the three categories of Tawheed, two of which are related to "Knowledge and Belief" and the third of which is related to "Actions". For this reason Ibn al-Qayyim understood Tawheed to be of two types:

  • The Tawheed of Knowledge and Acquaintance (which would be both Tawheed ur-Ruboobiyyah and Asmaa was-Sifaat, because they are both knowledge-based)

  • The Tawheed of Purpose and Intent (which is Tawheed ul-Uloohiyyah or Ibaadah because it is related to the sincerity of the actions, what is the reason and motive behind them, who are they done for etc.)

In other words, there is no contradiction when we say that some of the Salaf understood Tawheed to be of two types (like Ibn al-Qayyim) and others understood it to be of three types, because Ibn al-Qayyim simply combined two of the categories of Tawheed and made them into one category - so in essence it is the same understanding. If we go back and revise the diagram we showed earlier, we can include this point in it as well:


Important Note: Be aware that using the terminologies "Speech of the Heart", "Speech of the Tongue", "Actions of the Heart" etc. is to help us to understand the solid principles and concepts that are found in the Qur'aan and the Sunnah. And by using these terminologies we have not innovated any principle or concept into the religion. Rather these terms are simply identifying and labelling the actuals and principles and concepts found in the Qur'aan and the Sunnah, to help us to understand them easily. So don't be fooled by the meanderings of the foolish!

Now we will move onto another related issue to further increase our understanding.

If we have understood that eemaan consists of these five things (and that we cannot remove any one of them from the definition and understanding of eemaan), i.e.

  • the speech of the heart

  • the speech of the tongue

  • the actions of the heart

  • the actions of the tongue

  • the actions of the limbs

then we should realise that is possible for eemaan to "increase and decrease" and that for any Muslim or Believer, it will not remain constant. This is because, from year to year, or month to month, or week to week, or day to day, or hour to hour or even minute to minute, a persons strength of belief changes, his feelings of love, fear and hope decrease or increase, his level of sincerity to Allaah changes, how much he remembers Allaah, seeks his forgiveness or enjoins good and forbade evil changes, how perfect he performed his prayers, how many voluntary good deeds he did, all of this changes and therefore a persons eemaan will always be "increasing or decreasing." It will be increasing or decreasing for numerous reasons and factors. For example, a persons success or failure in facing the trials that Allaah has decreed for him A person's persistence or abstinence from sins and other forbidden actions, and so on.

For this reason we will go back and revise our statement so it now becomes:

Eemaan Consists of Speech and Action, it increases with (acts of) obedience and it decreases with (acts of) disobedience

And this what the Salaf used to say.

Now we shall mention some proofs for all of this - and this is the way of the Salaf - to always mention the proofs and to stick to the Qur'aan, the Sunnah and the Aathaar (sayings) of the Companions and of the two generations after them.

The Speech of the Heart:

Allaah said,

When the hypocrites come to you (O Muhammad SAW), they say: "We bear witness that you are indeed the Messenger of Allâh." Allâh knows that you are indeed His Messenger and Allâh bears witness that the hypocrites are liars indeed. [Munaafiqoon 63:1]

Here the hypocrites are treated as liars, even though they expressed with their tongues their testification that Muhammad is indeed the Messenger of Allaah. When someone testifies to something then there must be two conditions present: a) The hearts firm knowledge of, belief, and certainty in that for which it is testifying, b) the tongue's expression of that which the heart is certain of.

So the hypocrites were liars because their tongues uttered something different to that which their hearts contain. Another proof for "the Speech of the Heart" is the saying of Allaah,

They were that day, nearer to disbelief than to Faith, saying with their mouths what was not in their hearts. And Allâh has full knowledge of what they conceal [Aali Imraan 3:167] See also al-Fath 48:11

So what we understand as "Speech of the Heart" is explained in the Qur'aan

The Speech of the Tongue

Both of the above two verses are also an indication of the requirement of the "Speech of the Tongue".

The Actions of the Heart, Tongue and Limbs

The Qur'aan is overwhelming with descriptions of the acts of worship, whether related to the Heart, Tongue or Limbs and the purpose here is to be brief and not prolong the discussion. See for yourself how Allaah describes, the love, fear and hope of the believers, their enjoining the good and forbidding the evil, their remembrance of Him and seeking forgiveness from Him and also their physical exertion in worshipping Him, such as constancy in prayer, fasting, etc.

Eemaan Increases and Decreases

From the Qur'aan:

The believers are only those who, when Allâh is mentioned, feel a fear in their hearts and when His Verses (this Qur'ân) are recited unto them, they (i.e. the Verses) increase their Faith; and they put their trust in their Lord (Alone) [Surah Anfaal 8:2]

This is one of many verses mentioning the increase in eemaan. Others are 74:31, 48:4, 3:173, 9:124

From the Sunnah:

The hadeeth: "The most perfect of people with respect to his eemaan, is the best of them in his manners." (Bazzaar, all of its narrators are reliable and al-Haithamee mentioned it in Majmoo az-Zawaa'id)

And the hadeeth: "Whoever loves for Allaah (alone), hates for Allaah (alone), gives for Allaah (alone) and withholds for Allaah (alone), then he has perfected eemaan." (Abu Daawood - saheeh).

These two hadeeth show that eemaan can be complete or incomplete and therefore it can go up (in order to be complete) and it can go down (so that it is incomplete). Notice how the first hadeeth contains actions of the tongue and actions of the limbs (speaking and behving well with people) and how the second hadeeth contains both actions of the heart (loving and hating) and actions of the limbs (giving and withholding).

The hadeeth: "Eemaan consists of seventy-odd branches, the highest of which is to testify "None has the right to be worshipped except Allaah" and the lowest of which is to remove something harmful from the floor, and modesty is a part of eemaan." (Bukhaaree, Muslim Abu Daawood, Ahmad, Ibn Maajah, and others.)

Did you notice how this hadeeth contains "speech" and "action"? It mentions the testification "None has the right to be worshipped except Allaah" which is the speech of the heart and the speech of the tongue (To testify to something means to have firm knowledge of it - which is in the heart - and to believe that this knowledge is true and correct, and then also to speak with it so that you are "testifying" to it). And it mentions some actions, one which is to do with the limbs (removing something harmful from the floor) and one which is to do with the heart (modesty).

From the Salaf:

Al-Laalikaa'ee (d. 418H) reports in his Sharh Usool I'tiqaad Ahl is-Sunnah (5/958) that Abdur-Razzaaq (as-San'aanee) said: "I met sixty two Shaikhs, amongst them were: Ma'mar, al-Awzaa'ee, ath-Thawree, al-Waleed bin Muhammad al-Qurashee, Yazeed ibn as-Saa'ib, Hammaad bin Salamah, Hammaad bin Zaid, Sufyaan bin Uyainah, Shu'ayb bin Harb, Wakee' bin al-Jarraah, Maalik bin Anas, Ibn Abee Laylaa, Isma'eel bin Ayyaash, al-Waleed ibn Muslim and those I have not named, all of them saying: "Faith consists of speech and action, it increases and decreases."

Al-Laalikaa'ee also reports in his Sharh Usool I'tiqaad Ahl is-Sunnah wal-Jamaa'ah (5/959) that Uqbah bin Alqamah said: "I asked al-Awzaa'ee about eemaan, can it increase? He replied; "Yes until it becomes like the mountains." I said: Can it decrease? He said: "Yes, even until nothing remains of it."

So this is proof, from the Qur'aan, Sunnah and the Salaf, that eemaan increases and decreases.

Inshaa'allaah this much is sufficient for a good understanding of this topic…

All praise is due to Allaah, prayers and peace upon His Final Messenger, Muhammad, his family and his companions.

Try to answer the following questions to make sure you have understood all of this;

  1. Give the definition of eemaan.

  2. What is meant by "speech" and "action"

  3. Explain each of the following: the speech of the heart, the speech of the tongue, the actions of the heart, the actions of the tongue, the actions of the limbs. Please give an example for each one aswell.

  4. Why does eemaan increase and decrease.

  5. Quote two verses of the Qur'aan which highlight the necessity of 'the Speech of the Heart'.

  6. Quote three verses of the Qur'aan to show that eemaan increases and decreases.

  7. Quote two hadeeth to show that eemaan increases and decreases.

  8. What is the link between Tawheed and the components of eemaan? (See if you can reproduce the diagram to help you answer this).

  9. Finally, an astray sect appeared around the time of the taabi'een who claimed that eemaan is constant, it does not increase or decrease. Do you know its name? The effects of the false understanding of this group are still present today so if you think over this lesson, can you recognise some of the signs of this misguided group and can you see how many groups and individuals still have some aspects of the understanding of this astray group?

See if you can answer all of these questions inshaa'allaah. If you have follow up questions, you can ask them next time.

Taken from "The Salafi College."

Sunday, 14 December 2008

Prinsip-Prinsip Aqeedah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (1)


Tulisan: Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat

PENDAHULUAN


Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam. (Ali-Imran : 102)

Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk.

Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah. (Ali Imran : 8).

Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.

Wa ba'du : Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da'wah) kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama'ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.

Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam: Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri, yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman.

Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr : 9).

Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela .... (Al-Maaidah : 54).

Dan firman Allah.

Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang memerlukan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (Muhammad : 38).

Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits :

Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta'ala), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian. (Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy).

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yangbenar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.


Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442, penerjemah Abu Aasia.