Friday 26 December 2008

Mari Belajar Tauhid 1.03

Kitab Tauhid 1

Penyimpangan Aqidah dan Cara-Cara Pencerahannya

oleh: Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan


Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena aqidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keraguan (skeptikal) yang lama-kelamaan mungkin membatasi dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan mengingkari nikmat sebuah kehidupan, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan manusia yang telah kehilangan hidayah pada aqidah yang benar.

Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (haiwaniah), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup yang bahagia, sekali pun mereka ini bergelumang dengan limpahan nikmat material akan tetapi sering sahaja menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah.

Karena sesungguhnya kekayaan material memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang bermaksud:

"Wahai Rasul-rasul, makanlah dari benda-benda yang baik lagi halal dan kerjakanlah amal-amal soleh; sesungguhnya Aku Maha Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan." (Al-Mu'minun: 51)


"Dan demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari Kami (sambil Kami berfirman): “Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud, dan wahai burung-burung (bertasbihlah bersama-sama dengannya)!” Dan juga telah melembutkan besi baginya; (Serta Kami wahyukan kepadanya): “Buatlah baju-baju besi yang luas labuh, dan sempurnakanlah jalinannya sekadar yang dikehendaki; dan kerjakanlah kamu (wahai Daud dan umatmu) amal-amal yang soleh, sesungguhnya Aku Maha Melihat akan segala yang kamu kerjakan." (Saba': 10-11)


Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (material). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan material akan berubah menjadi prasarana yang menghancur dan alat perosak, seperti yang terjadi di negara-negara kuffar yang hanya memiliki kekayaan material, tetapi tidak memiliki kekayaan aqidah yang shohih.

Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui iaitu:

1. Kejahilan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mahu (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau kerana kurangnya penumpuan terhadap kepentingan aqidah terhadap integriti Ummah. Sehingga tumbuh satu generasi yang langsung tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau perkara-perkara yang dapat membatalkan aqidah.

Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar Radhiallaahu anhu :

"Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang muncul tanpa mengenal perkara-perkara jahiliyyah."


2. Ta'asub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali pun perkara itu adalah sesuatu yang batil, dan menafikan apa sahaja yang menyalahinya, sekali pun hal itu adalah sesuatu yang haq. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala, terjemahannya:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka” Turutlah akan apa yang telah diturunkan oleh Allah” mereka menjawab: “(Tidak), bahkan kami (hanya) menurut apa yang kami dapati datuk nenek kami melakukannya”. Patutkah (mereka menurutnya) sekalipun datuk neneknya itu tidak faham sesuatu (apa pun tentang perkara-perkara ugama), dan tidak pula mendapat petunjuk hidayah (dari Allah)?" (Al-Baqarah: 170)


3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam ma­salah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki se­berapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.

4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas darjat yang bukan milik manusia, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik sesuatu yang dapat mendatangkan kemanfa­atan mahupun menolak kemudharatan.

Juga menjadikan para wali itu sebagai perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan pada para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan para wali itu dengan hai­wan qurban, nadzar, do'a, istighatsah dan meminta pertolongan.

Seba­gaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh Alaihissalam terhadap orang-orang shalih ketika mereka berkata:

"Jangan kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, terutama (penyembahan) Wadd, dan Suwaa’, dan Yaghuth, dan Ya’uuq, serta Nasr.." [1] (Nuh: 23)


Dan demikianlah yang terjadi pada pemuja-pemuja kubu­ran di berbagai negeri sekarang ini.

5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang ter­hampar di alam semesta ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat Qur'aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil kemajuan teknologi dan kebudayaan, sehingga mengira bahawa itu semua adalah hasil ciptaan manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan se­luruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata.

Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan:

"Aku diberikan harta kekayaan ini hanyalah disebabkan pengetahuan dan kepandaian yang ada padaku”. (Al-Qasas: 78)


"...berkatalah ia (dengan sikap tidak bersyukur): “Ini ialah hakku (hasil usahaku semata-mata),.." (Fussilat: 50)


Mereka tidak berfikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan kemahiran, kebijaksanaan dan kemampuan di dalam menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta mengutilisikannya demi kepentingan umat manusia.

“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu buat itu!” (As-Saffat: 96)


"Patutkah mereka (membutakan mata) tidak mahu memperhatikan alam langit dan bumi dan segala yang diciptakan oleh Allah, ..." (Al-A'raf: 185)


"Allah jualah yang menciptakan langit dan bumi, dan menurunkan hujan dari langit lalu mengeluarkan dengan air hujan itu buah-buahan untuk menjadi makanan bagi kamu; dan Ia yang memberi kemudahan kepada kamu menggunakan kapal-kapal untuk belayar di laut dengan perintahNya, juga yang memudahkan sungai-sungai untuk kamu (mengambil manfaat darinya).Dan Ia juga yang menjadikan matahari dan bulan sentiasa beredar, untuk kepentingan kemudahan kamu, dan yang menjadikan malam dan siang bagi faedah hidup kamu.Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya." (Ibrahim: 32-34)


Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pen­garahan yang benar (menurut Islam). Padahal baginda Rasulullah telah bersabda:

"Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang-tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi." (HR. Al-Bukhari)


Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya. Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat kebendaan dan hiburan semata.

Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.

Cara menjernihkan penyimpangan aqidah di dalam perbahasan ringkas

1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam untuk mengambil aqidah shahihah.


Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memper­baiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk langkah-langkah pencegahan dan pembanterasan, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, dikhuatiri akan terperosok pula ke dalamnya.

2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai peringkat pendidikan.


Memberi peruntukan pendidikan Tawheed yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan subjek ini.

Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai subjek pelajaran. Sedangkan kitab-kitab kelompok yang menyeleweng harus dijauhkan.

3. Menyebarkan para da'i ke serata pelusuk bagi meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.

[1] Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr adalah nama berhala-berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nabi Nuh, yang semula nama-nama orang shalih. (Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI. pen.).

No comments:

Post a Comment